Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Kredit Perbankan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (‘Sritex’)

25

Jun

2025

Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Kredit Perbankan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (‘Sritex’)

BY : Yobel Manuel Oktapianus Rajagukguk, SH

PT Sri Rejeki Isman Tbk, salah satu perusahaan tekstil terbesar asal Indonesia yang dikenal dengan nama 'Sritex', dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada tanggal 21 Oktober 2024 dan resmi mengakhiri kegiatan operasional usahanya pada tanggal 1 Maret 2025 lalu. Kejaksaan Agung ("Kejagung") menemukan kejanggalan dalam pemberian kredit perbankan kepada perusahaan tekstil tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan Kejagung sejak Oktober 2024 lalu, terdapat dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit kepada Sritex dari sejumlah bank milik pemerintah, utamanya himpunan bank milik negara maupun bank milik daerah.

Puncaknya, pada 21 Mei 2025 lalu, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex, yaitu Iwan Setiawan Lukminto alias ISL (Direktur Utama Sritex Tahun 2005-2022), Dicky Syahbandinata alias DS (Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB Tahun 2020), dan Zainuddin Mappa alias ZM (Direkut Utama Bank DKI Tahun 2020). Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar 692,9 miliar Rupiah dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga periode Oktober 2024 sebesar Rp 3,5 triliun. Dalam keterangan yang disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, para tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ("UU Tipikor") jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

ZM yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI dan DS selaku pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB diduga telah memberikan fasilitas kredit modal kerja secara melawan hukum kepada Sritex. Secara yuridis, unsur melawan hukum yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor ini mencakup 2 (dua) hal, yaitu konsep perbuatan melawan hukum dalam arti formiil dan materiil. Konsep ini mengilhami bahwa perbuatan apapun yang menciderai rasa keadilan di masyarakat dapat dikenakan sanksi pidana, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan.

Terdapat beberapa aspek yang mendasari timbulnya unsur 'melawan hukum' dalam konteks pemberian fasilitas kredit tersebut. Pertama, ZM dan DS dinilai tidak melakukan analisis secara memadai dan komprehensif serta tidak menaati prosedur/persyaratan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan terkait dalam hal menyetujui pemberian fasilitas kredit ini. Pemberian kredit ini bertentangan dengan UU Perbankan, standar operasional prosedur (SOP) bank, dan penerapan prinsip kehati-hatian. Kedua, terdapat fakta hukum bahwa dana kredit tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Pemberian kredit tersebut seharusnya digunakan untuk operasional kerja, tetapi malah disalahgunakan oleh ISL untuk membayar hutang kepada pihak ketiga dan sisanya untuk membeli aset non-produktif.

Sementara itu, terkait dengan dugaan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai 692,9 miliar Rupiah, ketentuan UU Tipikor sendiri menetapkan bahwa kerugian yang dimaksud haruslah merupakan ‘actual loss’ (kerugian yang nyata) dan bukan ‘potential loss’ (potensi / perkiraan kerugian semata). Dalam kasus ini, ‘actual loss’ yang dimaksud ialah terkait dengan sisa utang yang belum dilunasi oleh Sritex kepada Bank BJB (sebesar 543,98 miliar Rupiah) dan Bank DKI (sebesar 149,7 miliar Rupiah). Hal ini mengakibatkan timbulnya ‘kerugian secara nyata’ bagi kedua perusahaan tersebut.

Perlu dipahami bahwa kedua perusahaan tersebut merupakan badan usaha milik daerah ("BUMD"). Dalam ketentuan Pasal 1 angka 40 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (“UU Pemerintahan Daerah”) dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (“PP No. 54 Tahun 2017”), BUMD didefinisikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. Meskipun sumber permodalannya berasal dari penyertaan modal daerah semata (bukan berasal dari penyertaan modal negara secara langsung), konteks kerugian yang dialami oleh BUMD tetap dapat dikategorikan sebagai 'kerugian keuangan negara' yang menjadi salah satu unsur pembuktian utama dari Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.

Pada bagian Penjelasan Umum UU Tipikor, disebutkan bahwa 'keuangan negara' merupakan seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik yang dipisahkan ataupun tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMD. Dalam sistem hukum Indonesia, konsep keuangan negara sejatinya mencakup seluruh aspek keuangan yang digunakan dalam penyelenggaraan negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah, termasuk pada badan-badan usaha milik negara dan daerah.

Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa struktur permodalan BUMD sejatinya mencakup pula penyertaan modal negara secara tidak langsung. Oleh karena itu, kerugian yang dialami oleh BUMD dapat dikategorikan pula sebagai kerugian keuangan negara. Namun, perlu diperhatikan bahwa suatu kerugian hanya akan ditafsirkan sebagai kerugian keuangan negara/daerah apabila kerugian tersebut timbul dari perbuatan melawan hukum, baik yang timbul karena kesengajaan maupun kelalaian pihak manapun. Hal ini diatur pada ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan ("UU BPK").

Potensi tindak pidana korupsi dalam konteks kerugian yang dialami oleh Bank BJB dan Bank DKI ketika memberikan kredit modal kerja kepada Sritex sejatinya didasarkan pada indikasi perbuatan melawan hukum terkait dengan pemberian kredit tersebut. Hasil pemeriksaan Kejagung menemukan fakta bahwa Sritex sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk menerima fasilitas kredit modal kerja. Kredit tanpa jaminan seharusnya hanya bisa disalurkan kepada debitor/perusahaan yang memiliki peringkat A dari penilaian lembaga seperti Fitch, Moody's, dan S&P. Sementara itu, penilaian kepada Sritex sendiri dikategorikan dengan peringkat BB- (berisiko tinggi untuk mengalami praktik gagal bayar) oleh 2 (dua) lembaga pemeringkat, yaitu Fitch dan Moody's.

Adanya unsur perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan keputusan bisnis berupa pemberian kredit ini menimbulkan pembebanan tanggung jawab secara hukum bagi ISL, ZM, dan DS. Fakta mengenai pelanggaran terhadap tahap prosedural pemberian kredit dan penggunaan kredit secara tidak tepat sasaran menjadi 2 (dua) aspek utama yang mengakibatkan timbulnya unsur perbuatan melawan hukum dalam kerugian bisnis yang dialami oleh Bank DKI dan Bank Jateng. Keputusan untuk memberikan kredit modal kerja kepada Sritex ini dianggap tidak memenuhi prinsip ‘business judgement rule’ sebagaimana diatur pada Pasal 97 ayat (5) UU Perseroan Terbatas ("UU PT").

Catatan: Isi dari artikel ini bukan merupakan nasihat hukum (legal advice) dan tidak dapat serta-merta dijadikan acuan, karena terdapat sudut pandang ataupun pendapat yang berbeda mengenai analisis hukum terhadap perkembangan kasus ini. Jika Anda membutuhkan saran / advice khusus terkait isu kasus ini, silakan hubungi kami melalui surel (surat elektronik) korespondensi resmi di info@yangandco.com.

Sumber Referensi

A. P
eraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU Nomor 31 Tahun 1999. LN Tahun 1999 No. 140, TLN No. 3874. Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. LN Tahun 2002 No. 137, TLN No. 4250.

Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan. UU Nomor 15 Tahun 2006. LN Tahun 2006 No. 85, TLN No. 4654.

Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 23 Tahun 2014. LN Tahun 2014 No. 244, TLN No. 5587. Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. LN Tahun 2023 No. 41, TLN No. 6856.

Undang-Undang tentang Keuangan Negara. UU Nomor 17 Tahun 2003. LN Tahun 2003 No. 47, TLN No. 4286. Sebagaimana diubah oleh Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. LN Tahun 2020 No. 87, TLN No. 6485.

Peraturan Pemerintah tentang Badan Usaha Milik Daerah. PP Nomor 54 Tahun 2017. LN Tahun 2017 No. 305, TLN No. 6173.

B. Artikel Daring / Online

Agne, Yolanda. “Bos Sritex Tersangka dan Pengusutan terhadap Kasus Ini.’’ TEMPO.CO, 22 Mei 2025. Tersedia pada https://www.tempo.co/hukum/bos-sritex-tersangka-dan-pengusutan-terhadap-kasus-ini--1513972. Diakses pada tanggal 9 Juni 2025.

Fadhilah, Muhammad Iqbaal. “Akibat Hukum Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Studi Pada Penetapan Pelaksanaan Eksekusi Lelang BUMN di Bidang Perbankan) – Artikel KPKNL Gorontalo.’’ Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan, 29 Juni 2020. Tersedia pada https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-gorontalo/baca-artikel/13225/Akibat-Hukum-Pengelolaan-Kekayaan-Negara-yang-Dipisahkan-Studi-Pada-Penetapan-Pelaksanaan-Eksekusi-Lelang-BUMN-di-Bidang-Perbankan.html. Diakses pada tanggal 11 Juni 2025.

Irfani, Faisal. “Bos Sritex diduga selewengkan kredit bank, bagaimana nasib ribuan pekerja Sritex yang di-PHK?’’ BBC News Indonesia, 23 Mei 2025. Tersedia pada https://www.bbc.com/indonesia/articles/cz9ykjnwy4yo. Diakses pada tanggal 21 Juni 2025.

Kriswaningsih, Tri Angga. “Dugaan Korupsi Sritex: Usai Penetapan 3 Tersangka, Kapuspenkum Beberkan Langkah Hukum Kejagung.’’ Kompas.tv, 24 Mei 2025. Tersedia pada https://www.kompas.tv/nasional/595331/dugaan-korupsi-sritex-usai-penetapan-3-tersangka-kapuspenkum-beberkan-langkah-hukum-kejagung?page=all. Diakses pada tanggal 5 Juni 2025.

Martiar, Norbertus Arya Dwiangga. “Bos Sritex Jadi Tersangka Korupsi Kredit Bank, Kerugian Negara Mencapai Rp 692,9 Miliar.’’ KOMPAS.id, 21 Mei 2025. Tersedia pada https://www.kompas.id/artikel/bos-sritex-jadi-tersangka-korupsi-kredit-bank-kerugian-negara-mencapai-rp-6929-miliar. Diakses pada tanggal 18 Juni 2025.  

Nugraha, Muhammad Raihan. “Apakah Kerugian BUMN Merupakan Kerugian Negara?” HukumOnline, 10 Februari 2025. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/rugi-kerugian-negara-lt50650f6510f7d/. Diakses pada tanggal 3 Juni 2025.

Widia, Madeline Dwi. “Apakah Setiap Kerugian BUMN Dianggap Korupsi?” HukumOnline, 12 September 2024. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-setiap-kerugian-bumn-dianggap-korupsi-lt66e379a4509fe/. Diakses pada tanggal 3 Juni 2025.